PPKnSekolah Menengah Atas terjawab Wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat indonesia tercermin dalam. a. munculnya banyak partai politik dalam masyarakat b. maraknya demonstrasi mengecam kebijakan pemerintah c. pelaksanaan pemilu yang sarat KKN d. mengirimkan surat kepada presiden e. menyampaikan aspirasi melalui DPR 1
Ketentuan Kebebasan Berpendapat Dalam UUD Senin, 14 Desember 2020 1042 WIB Video Cetak Dibaca 11028958 Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjadi narasumber Seminar Nasional yang diadakan Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, pada Jumat 11/12 di Gedung MK. Foto Humas/Panji. JAKARTA, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjadi narasumber Seminar Nasional Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, pada Jumat 11/12/2020 secara virtual. Dalam acara tersebut, Wahid mengatakan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi berlaku untuk semua jenis ide, termasuk yang mungkin sangat offensive atau menyinggung, namun disertai dengan tanggung jawab dan dapat dibatasi secara sah oleh Pemerintah. Dalam hal ini, sambungnya, Pemerintah memiliki kewajiban untuk melarang perkataan yang mendorong kebencian dan hasutan. Pembatasan tersebut juga dapat dibenarkan apabila pembatasan tersebut dilakukan untuk melindungi kepentingan publik tertentu atau hak dan reputasi orang lain. “Setiap pembatasan kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi haruslah diatur oleh suatu undang-undang yang sifatnya jelas dan ringkas, sehingga setiap orang dapat memahaminya, Pihak yang memberlakukan pembatasan tersebut haruslah mampu menunjukkan kebutuhannya dan harus dapat bersikap proporsional. Serta pembatasan tersebut harus didukung oleh pengamanan untuk menghentikan adanya penyalahgunaan atas pembatasan tersebut dan memasukkan proses hukum yang tepat,” ujar Wahiduddin. Menurut Wahiduddin, sebagai suatu negara, Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut, sebagai salah satu bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28I ayat 4 UUD 1945. Namun demikian, meskipun bersifat fundamental, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut bukanlah hak yang bersifat di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang memiliki perlindungan konstitusional terkuat untuk kebebasan berpendapat atau berbicara di negara manapun di dunia, tetap terdapat batasan-batasan yang berlaku. Indonesia sebagai suatu negara hukum yang demokratis, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagaimana telah ditentukan dalam UUD 1945, tidak relevan lagi jika dalam KUHP masih memuat pasal-pasal tersebut, yang mana mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, dan prinsip kepastian hukum. Sehingga, dalam RUU KUHPidana yang merupakan upaya pembaharuan KUHPidana warisan kolonial juga harus tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan pasal-pasal tersebut. Terlebih lagi, ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 134 paling lama enam tahun penjara dapat dipergunakan untuk menghambat proses demokrasi khususnya akses bagi jabatan-jabatan publik yang mensyaratkan seseorang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Selain itu, terhadap delik penghinaan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut KUHP sudah ada pada Pasal 310 dan Pasal 321 KUHPidana, manakala penghinaan ditujukan dalam kualitas pribadinya, dan Pasal 207 KUHPidana dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden selaku pejabat. Lebih lanjut Wahiduddin mengatakan, sampai pada titik ini, mungkin ada yang merasa bingung, apabila Mahkamah memang menghormati dan mengakui hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai salah satu hak asasi manusia. Dalam menjalankan hak asasi manusia, diri kita terikat dengan suatu peraturan dimana kita harus juga menghormati hak asasi manusia yang juga dimiliki oleh orang lain, selain diri kita sendiri. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 28J ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945. Menurut Wahiduddin, dalam UUD 1945, yakni Pasal 28G mengakui bahwa kehormatan, demikian pula martabat merupakan hak konstitusional dan oleh karenanya dilindungi oleh 28G ayat 1 UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Sementara pada ayat 2-nya ditegaskan, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.” Selain itu, sebagai bukti bahwa ajaran umum dalam hukum pidana maupun ketentuan konstitusi yang mengatur tentang jaminan dan perlindungan kehormatan atas diri sendiri merupakan norma hukum yang berlaku secara universal adalah Pasal 12 UDHR dan Pasal 17 ICCPR yang pada intinya juga mengatur norma yang sama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik hukum nasional maupun hukum internasional menjamin hak setiap orang atas kehormatan atau nama baik. Untuk itu, penggunaan kebebasan atau hak setiap orang tidaklah dapat digunakan sedemikian rupa tanpa batas sehingga menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sebab hal tersebut juga bertentangan dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan hukum internasional. * Penulis Utami Argawati Editor Lulu Anjarsari Selainitu, jawaban atas pertanyaan Wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam? sebelum dipublikasikan dilakukan verifikasi oleh para tim editor. Verifikasi jawaban pada pertanyaan Wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam? melalui sumber buku, artikel, jurnal, dan blog yang ada di namagueitu namagueitu PPKn Sekolah Menengah Atas terjawab Iklan Iklan himawari4242 himawari4242 Kebebasan berpendapat rakyat indonesia tercermin dalam pemilu Iklan Iklan MhdTaufan MhdTaufan Kalau tidak salah tercermin dalam Pemilihan Umum karena rakyat Indonesia bebas memilih calonnya Semoga bermanfaat ya..... Iklan Iklan Pertanyaan baru di PPKn berdasarkan ketetapan MPR No. IV/MPR/1999, Garis-garis Besar Haluan Negara di beri pengertian.... Agama merupakan wahyu Tuhan yang diakui kebenaran oleh siapapun, dan kebenaran itu melebihi perundang-undangan yang merupakan produk manusia. Maka aga … ma lebih memiliki kesempurnaan dibandingkan perundang-undangan. Dari konsep-konsep tersebut sejogyanya agama didalam suatu pemerintahan harus didahulukan sebelum perundang-undangan ini berarti pemerintah harus mendahalukan hukum agama dari hukum perundang-undangan. Bagaimana pendapat, penilaian dan tanggapan anda tentang hal diatas? nilai - nilai hikmah kebijaksanaan​ nilai nilai yang terkandung di setiap alinea UUD 1945​ ketidakadilan dalam kasus bernegara tentu akan menjadi permasalahan besar dan harus segera ditangani oleh karena itu tuntutan pertama untuk keadilan d … alam kasus ini adalah​ Sebelumnya Berikutnya Iklan
Pengunjukrasa dari Papua melakukan aksi mereka di Jakarta pada Kamis kemarin. Bagus Indahono/EPA Sejak 16 Agustus 2019, pemerintah memperlambat akses internet di Papua dan akhirnya memblokir penuh akses tersebut pada 21 Agustus. Pemerintah melakukan pemblokiran dan mengirim pasukan militeruntuk mengatasi kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, pada 19 Agustus, menyusul aksi protes terhadap
Home / Uncategorized / Hak Kebebasan Berpendapat di Indonesia sebagai Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa / 27 August 2020 Sebuah Materi Podcast “Bincang Hukum” Narasumber Kenny Santiadi – Relawan Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” UNPAR Pembahasan mengenai kebebasan menyampaikan pendapat akan dibagi menjadi 2 dua sudut pandang, yaitu sudut pandang konstitusional dan sudut pandang peraturan perundang-undangan. Sudut pandang hukum nasional akan dikaitkan dengan kebebasan berpendapat sebagai hak. Hak kebebasan berpendapat ini bisa memiliki berbagai macam tujuan, tapi dalam tulisan ini akan difokuskan dengan penggunaan hak kebebasan berpendapat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan mencerdasarkan kehidupan bangsa, dapat diupayakan dengan perlindungan kebebasan berpendapat. Secara teoritik untuk menjelaskan hak kebebasan berpendapat freedom of speech, bisa merujuk pendapat dari Frederick Schauer. Schauer berpendapat,[1] “…when a free speech is accepted, there is a principle according to which speech is less subject to regulation within a political theory than other forms of conduct having the same or equivalent effects. Under a free speech principle, any govermental action to achieve a goal, whether that goal be positive or negative, must provide stronger justification when the attainment of that goal…” …ketika kebebasan berpendapat diterima, ada prinsip yang menyatakan bahwa pendapat kurang tunduk pada regulasi dalam teori politik daripada bentuk perilaku lain yang memiliki efek yang sama atau setara. Berdasarkan prinsip kebebasan berbicara, setiap tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan, apakah tujuan itu positif atau negatif, harus memberikan justifikasi yang lebih kuat ketika pencapaian tujuan itu … Penjelasan di atas tepat untuk menjelaskan kebebasan berpendapat, sebab Schauer menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat berkaitan dengan pendapat yang tidak penuh pada aturan tertentu, bisa digunakan untuk tindakan pemerintah, dan memiliki tujuan tertentu. Menimbang beberapa ciri yang disampaikan untuk menjelaskan kebebasan berpendapat, maka penting untuk melihat kesamaannya sesuai dengan regulasi di Indonesia. Kesamaan tersebut untuk mencari tahu terkait dengan tujuan dari penggunaan kebebasan berpendapat di Indonesia. Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum selanjutnya disingkat UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Jaminan perlindungan hak kebebasan meyampaikan pendapat ini diatur secara umum dalam dua peraturan perundang-undangan tersebut. Perlindungan kebebasan berpendapat diatur secara spesifik dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**” Kemerdekaan pendapat termasuk hak yang sangat dasar, sebab hak kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia. Tujuan kebebasan menyampaikan pendapat berdasarkan bagian menimbang pada UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum untuk mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perwujudan kebebasan menyampaikan pendapat dibagi menjadi berbagai macam bentuk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yaitu “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Kemerdekaan menyampaikan pendapat yang bisa diungkapkan dengan berbagai bentuk mengindikasikan bahwa pendapat bisa disampaikan tidak hanya dengan lisan dan tulisan saja. Pendapat yang disampaikan tentu membutuhkan ruang sebagai sarana ekspresi dari pendapat yang hendak disampaikan. Pendapat yang hendak diekspresikan bisa disampaikan dalam ruang publik, Pasal 1 angka 2 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menjelaskan, “Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang didatangi dan atau dilihat setiap orang.” Ruang publik yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat menjadi penting, sebab dengan pendapat yang disampaikan di ruang publik bisa memenuhi dua aspek ontologis berkaitan dengan keadaan. Aspek ontologis pertama yang bisa dipenuhi berkenaan dengan ekspresi kemanusiaan express themselves dan keunikan identitas unique identity. Pemenuhan dua aspek ontologis ini sangat penting, mengacu pada pendapat Arendt,[2] “Grounding speech as a distinctive characteristic of human beings that express themselves publicly might provide a non-consequentialist aspect to the theory of personal development. In an Arendtian sense, one might attribute to speech an existential signifiance only by way of speech do human being express their unique identity among others in the public realm.” Sebagai ciri khas manusia yang mengekspresikan diri secara terbuka dapat memberikan aspek non-konsekuensialis pada teori pengembangan pribadi. pengertian Arendtian, orang mungkin mengaitkan ucapan dengan makna eksistensial hanya dengan cara bicara manusia mengekspresikan identitas unik mereka di antara yang lain di ranah publik. Pendapat yang dikemukakan oleh Arendt bisa menjembatani tentang hak kebebasan berpendapat dengan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt mengkategorikan kebebasan berpendapat terkait dengan eksistensi manusia yang signifikan untuk mengungkapkan keunikan identitasnya. Pendapat tersebut jika ditarik lebih jauh bisa ditafsirkan bahwa pembatasan kebebasan berpendapat secara sewenang-wenang atau pelarangan kebebasan berpendapat secara mutlak, berdampak manusia tidak dapat mewujudkan eksistensinya. Keterbatasan dalam perwujudan eksistensi manusia, sama halnya dengan membatasi juga upaya untuk membuat manusia lebih cerdas. Hasil akhir dari berbagai macam pembatasan kebebasan berpendapat, tanpa menimbang eksistensi manusia dapat berakhir dengan komunitas yang eksklusif, jauh dari kata inklusif. Pendapat dari Arendt, diakui juga dalam Pasal 4 huruf c UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, “Mewujudkan iklim yang kondusif bagi partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.” Kreativitas dan partisipasi merupakan bagian dari iklim demokrasi. Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat termasuk hal yang penting. Pengabaian terhadap perlindungan hak kebebasan berpendapat bisa menyebabkan menurutnya tingkat partisipasi dan kreativitas dari warga negara. Cara untuk menyampaikan pendapat juga aspek yang tidak boleh dilupakan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt berpendapat ruang tersebut dinamakan sebagai ruang penampakan ersheinungsraum,[3] “Ruang penampakan terjadi di tempat orang-orang saling berinteraksi dengan bertindak dan berbicara; ruang itulah yang menjadi dasar pendirian dan bentuk negara…Ruang itu ada secara potensial pada setiap himpunan orang, memang hanya secara potensial; ia tidak secara niscaya diaktualisasi di dalam himpunan itu dan juga tidak dipastikan untuk selamanya atau untuk waktu tertentu…” Partisipasi dan kreativitas ini tidak jarang dibungkam, padahal dengan terwujudnya kedua hal ini bisa mendorong upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kejadian paling baru terjadi teror kepada Constitutional Law Society Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada CLS FH UGM. Pembicara di CLS FH UGM yang berjudul “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sitem Ketatanegaraan”. Pembicara diskusi tersebut Prof. Dr. Ni’matul Huda, mendapat teror dari tanggal 28 Mei 2020 hingga 29 Mei 2020, selain pembicara yang mendapat teror, moderator dan narahubung juga diteror.[4] Meskipun pelaku teror belum terungkap, kejadian itu menunjukan bahwa diskusi ilmiah tidak bebas dari teror pihak-pihak tertentu. Simpulan yang dapat diberikan atas paparan di atas terkait dengan hak kebebasan menyampaikan pendapat sebagai upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan hal yang patut diperhatikan. Perhatian yang diberikan terhadap hak menyampaikan pendapat bisa digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kreativitas dan partisipasi publik yang pada akhirnya berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan tidak hanya diukur dengan seberapa banyak warga negara bisa menikmati sistem pendidikan konvensional, melainkan tingginya atensi partisipasi publik merupakan hal yang harus diperhatikan. Tersedia diSpotify Anchor Google Podcast Referensi [1] Schauer, Frederick. 1982. Free Speech A Philosophical Inquiry. New York Cambridge University Press. [2] Arendt, Hannah. 1958. The Human Condition. Chicago Chicago University Press. [3] Hardiman, F. Budi. 2010. Ruang Publik Melacak “Partisipasi Demokratis” dari Polis sampai Cyberspace. Yogyakarta Penerbit PT Kanisius. [4] Pradito Rida Pertana, UGM Ungkap Teror Gegara Diskusi Ojol Serbu’ Rumah, Ancaman Pembunuhan, diakses pada tanggal 27 Juli 2020. Dasar Hukum Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. NPgsHJ3.
  • 1begdfa95x.pages.dev/920
  • 1begdfa95x.pages.dev/881
  • 1begdfa95x.pages.dev/374
  • 1begdfa95x.pages.dev/510
  • 1begdfa95x.pages.dev/232
  • 1begdfa95x.pages.dev/372
  • 1begdfa95x.pages.dev/917
  • 1begdfa95x.pages.dev/15
  • wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat indonesia tercermin dalam